Cost Plus Method (CPM) dalam Pengujian Kewajaran Transfer Pricing
Metode Penentuan Harga Transfer yang dilakukan dengan menambahkan tingkat laba kotor wajar yang diperoleh perusahaan yang sama dari transaksi dengan pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa.
Waktu membaca: 2 menit
Pada pasal 9 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.03/2016 Tentang Jenis Dokumen Dan/Atau Informasi Tambahan Yang Wajib Disimpan Oleh Wajib Pajak Yang Melakukan Transaksi Dengan Para Pihak Yang Mempunyai Hubungan Istimewa, Dan Tata Cara Pengelolaannya, diatur mengenai standar minimum informasi yang harus dimuat dalam transfer pricing documentation (TP Doc) yaitu Dokumen Lokal.
Pada standar minimum informasi tersebut terdapat penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha (PKKU) atau biasa disebut dengan arm’s length principle, yang dimana apabila merujuk pada lampiran yang terdapat pada PMK 213/2016 disebutkan dalam penerapan arm’s length principle harus terdapat penjelasan tentang metode Penentuan Harga Transfer/Transfer Pricing (TP) yang paling sesuai untuk setiap jenis Transaksi Afiliasi, alasan pemilihan metode tersebut, serta keunggulan metode yang dipilih dibandingkan dengan metode-metode lainnya.
Apabila merujuk pada Pasal 11 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : PER – 32/PJ/2011 Perubahan Atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-43/Pj/2010 Tentang Penerapan Prinsip Kewajaran Dan Kelaziman Usaha Dalam Transaksi Antara Wajib Pajak Dengan Pihak Yang Mempunyai Hubungan Istimewa, dalam penentuan metode Harga Wajar atau Laba Wajar wajib dilakukan kajian untuk menentukan metode Penentuan TP yang paling sesuai (The Most Appropiate Method) yang didalamnya terdapat 5 (lima) metode yang dapat diterapkan dalam Penentuan TP.
Salah satu metode yang dimaksud adalah Metode Biaya-Plus (Cost Plus Method/CPM). Dalam pengertiannya Metode CPM merupakan metode Penentuan Harga Transfer yang dilakukan dengan menambahkan tingkat laba kotor wajar yang diperoleh perusahaan yang sama dari transaksi dengan pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa atau tingkat laba kotor wajar yang diperoleh perusahaan lain dari transaksi sebanding dengan pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa pada harga pokok penjualan yang telah sesuai dengan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha.
Kondisi yang tepat dalam menerapkan Metode CPM antara lain adalah:
- barang setengah jadi dijual kepada pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa,
- terdapat kontrak/perjanjian penggunaan fasilitas bersama (joint facility agreement) atau kontrak jual-beli jangka panjang (long term buy and supply agreement) antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa, atau
- bentuk transaksi adalah penyediaan jasa.
Secara sederhana dalam penerapan CPM adalah dengan membandingkan tingkat laba kotor pihak independen yang melakukan transaksi sejenis dengan biaya yang ditanggung pada transaksi afiliasi. Adapun rasio dalam menghitung tingkat laba kotor CPM dapat dilakukan dengan cara membandingkan laba kotor terhadap harga pokok penjualan perusahaan.