Trickle down effect merupakan konsep perekonomian yang diadopsi oleh Amerika Serikat dalam rangka pembangunan ekonomi. Konsep ini merupakan teori ekonomi yang diperkenalkan oleh Albert Hirschman dan dipopulerkan oleh Ronald Reagan Presiden Amerika Serikat ke-40 yang didukung oleh Partai Republikan pada waktu itu.

Konsep trickle down effect adalah memberikan kelonggaran pada orang kaya atau pemilik modal yang pada akhirnya akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Fokus kebijakan ekonomi seharusnya pada golongan mereka menurut kebijakan tersebut. Dengan begitu, mereka akan menciptakan lebih banyak peluang pekerjaan dan pendapatan, yang akan berdampak pada masyarakat miskin dan negara.

Konsep trickle down effect juga sejalan dengan spillover effects, yaitu terjadinya fenomena atau kejadian yang memberikan efek positif dan negatif pada ekonomi, sosial, dan politik. Ketika keuntungan ekonomi diperoleh oleh masyarakat golongan atas, diharapkan akan memberikan dampak positif pada masyarakat pada lapisan bawah.

Cara Kerja

Trickle down effect menyatakan bahwa jalan terbaik untuk mendorong pertumbuhan perekonomian negara adalah dengan membiarkan orang kaya atau pemilik modal berkembang. Pemerintah merelaksasi kebijakan ekonomi yang menguntungkan mereka bukan kelompok masyarakat menengah ke bawah.

Kebijakan tersebut dari sisi perpajakan dapat berupa pemotongan pajak keuntungan, keringanan Pajak Penghasilan (PPh) perusahaan, penurunan tarif pajak individu pada golongan orang kaya, dan pelonggaran peraturan bisnis serta insentif pajak yang menguntungkan masyarakat golongan atas atau pemilik modal.

Jika kita lihat di Indonesia, trickle down effect pertama kali dilakukan pada pemerintahan Presiden Soeharto dalam menjalankan strategi pembangunan perekonomian. Sejak zaman tersebut, pembangunan dari segi ekonomi, sosial, dan politik dipusatkan di Jawa, khususnya Jakarta yang nantinya diharapkan dapat berpengaruh pada perekonomian daerah lainya.

Namun, dalam era pemerintahan Presiden Jokowi ini, pembangunan perekonomian sudah tidak lagi jawasentris melainkan Indonesiasentris yakni membangun perekonomian bukan lagi terpusat di Jawa melainkan merata ke seluruh Indonesia. Pemerintah mulai melakukan ekonomi kerakyatan dengan menggenjot industri kecil dan menjalankan perekonomian dari bawah ke atas atau yang biasa disebut dengan bottom-up atau ekonomi kerakyatan.

Insentif terkait Trickle Down Effect

Pemerintah juga pernah memberikan insentif perpajakan bagi masyarakat golongan atas yaitu dengan adanya pengampunan pajak (tax amnesty) yang diatur pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak. Pengampunan pajak adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan atau denda dan saksi pidana di bidang perpajakan dengan membayar uang tebusan serta melakukan pelaporan harta.

Pemerintah juga melakukan pengurangan angsuran PPh Pasal 25 bagi pengusaha yang terdampak pandemi Covid-19. Melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 82/PMK.03/2021, pemerintah telah memperpanjang pemberian insentif pajak dampak Covid-19 berupa pengurangan angsuran PPh Pasal 29 bagi wajib pajak yang terdampak sampai Desember 2021. Jumlah Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) yang dapat memanfaatkan perpanjangan pemberian insentif pengurangan angsuran PPh 25 berkurang dibanding sebelumnya.

Selain itu, yang paling penting adalah adanya omnibus law yang merupakan kebijakan ramah investasi. Omnibus law dapat menyelesaikan peraturan yang tumpang tindih dan menjadi kunci pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan memberikan kelonggaran berbisnis bagi pengusaha dan memangkas birokrasi. Dengan adanya peraturan ini diharapkan akan menyerap banyak tenaga kerja kita.

Kritik Trickle Down Effect

Konsep ini sangat menjunjung tinggi kemudahan berinvestasi dan berusaha, karena tidak dapat dimungkiri bahwa investasi menjadi salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi. Namun, mengabaikan peran konsumsi adalah sebuah kekeliruan. Ibarat kata, membangun lebih banyak pabrik, tetapi tidak ada yang membeli produksi dari pabrik tersebut.

Konsumsi menjadi sektor yang sangat strategis dan jaminan untuk bisa memastikan bahwa roda perekonomian di negara ini tetap berjalan. Itulah sebabnya mengapa pemerintah berusaha mati-matian untuk mempertahankan daya beli masyarakat agar konsumsi rumah tangga bisa terus tertopang. Konsumsi mereka adalah alasan mengapa bisnis meningkatkan produksi.

Adanya trickle down effect dapat meningkatkan koefisien gini atau gini rasio. Konsep itu hanya menguntungkan segelintir orang kaya, membuat mereka semakin kaya. Itu menempatkan lebih banyak uang di tangan orang kaya dan korporasi, mendorong pengeluaran dan kapitalisme pasar bebas. Sebaliknya, mereka yang berpenghasilan rendah tidak menerima pemotongan pajak. Situasi ini memperlebar ketimpangan pendapatan dan kekayaan.

Selain itu, pemotongan pajak lebih bermanfaat jika menargetkan masyarakat kelas menengah ke bawah. Mereka mencakup sebagian besar dari populasi. Sehingga, ketika memiliki lebih banyak uang karena pajak lebih rendah, mereka akan meningkatkan permintaan barang dan jasa. Itu mendorong bisnis untuk meningkatkan produksi dan menciptakan lebih banyak pekerjaan dan pendapatan. Jadi, skala dampak pemotongan pajak lebih signifikan.

Ekonomi Kerakyatan

Ekonomi kerakyatan diperkenalkan pertama kali oleh Mohammad Hatta. Konsep tersebut menjadi anti tesis dari trickle down effect, yang merupakan konsep perekonomian yang memusatkan pembangunannya pada rakyat. Ma’ruf Amin dalam bukunya The Ma’ruf Amin Way mengatakan trickle down effect menciptakan kesenjangan ekonomi di Indonesia, sehingga ia mendorong implementasi ekonomi kerakyatan.

Sangat banyak insentif perpajakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka membantu masyarakat menengah ke bawah. Salah satunya insentif pajak dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) di situasi pandemi Covid-19 ini. Pemerintah memutuskan untuk memperpanjang kebijakan insentif perpajakan dalam program PEN 2021.

Kebijakan ini tertuang dalam PMK Nomor 9/PMK.03/2021 tentang Insentif Pajak Untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019 dan berlaku hingga 30 Juni 2021. Insentif ini akan mendorong daya beli masyarakat dan memberikan stimulus kepada masyarakat agar tetap menjaga konsumsi mereka. Karena dengan adanya konsumsi, pemulihan ekonomi lebih cepat untuk dilakukan.

Direktorat Jenderal Pajak mencatat realisasi insentif pajak dalam program PEN 2021 hingga 20 April sebesar Rp26,19 triliun. Angka tersebut setara dengan 44,79% dari total pagu anggaran sebesar Rp58,47 triliun. Adapun besaran realisasi tersebut merupakan kalkulasi dari masa pajak Januari hingga Maret 2021.

Kesimpulan

Ekonomi kerakyatan merupakan sistem ekonomi yang diharapkan dapat ditegakkan di Indonesia sehingga didapatkan manfaat untuk bersama bukan hanya bagi salah satu pihak saja. Ekonomi kerakyatan mengatur agar produksi penting yang menguasai hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara dan tidak jatuh ke tangan seseorang yang berkuasa sehingga menyebabkan oligarki dan penindasan rakyat.

Ekonomi kerakyatan maupun trickle down effect akan membawa dampak baik bagi perekonomian kita jika dilakukan dengan adil. Karena sejatinya dalam membangun perekonomian sebuah negara bukan hanya top-down saja, tetapi bottom-up juga tidak kalah pentingnya. Yang paling penting adalah kita melakukan sistem perekonomian yang berdasarkan kepentingan rakyat dan dapat berdiri di kaki sendiri di sektor apapun.

*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

Sumber: https://pajak.go.id/id/artikel/trickle-down-effect-dan-ekonomi-kerakyatan